Selasa, 08 Februari 2011

Dusta Kaum Neolib

Melekatnya stempel Neoliberal pada kubu SBY-Boediono membuat gerah sekelompok ekonom neolib. Setelah Rizal Malaranggeng “mengejek” Kwik Kian Gie tidak sepintar Boediono, kini giliran ekonom UI Chatib Basri yang bersuara.

Dalam diskusi ‘Boedionoomics’ di Hotel Borobudur (26/5/2009), Chatib mengemukakan, tidak ada jejak neoliberal pada ekonomi Indonesia sejak dulu hingga Boediono memegang jabatan tinggi dalam pemerintahan. Ia mencontohkan privatisasi terjadi sejak zaman pemerintahan Gusdur.

Menurut Chatib, ia tidak dapat mencari jejak neolib di Indonesia sebab peran pemerintah dalam perekonomian yang diwakili oleh BUMN masih sangat besar.

Pembelaan kedua ekonom terhadap Boediono sangat tidak berdasar. Bagaimana mungkin di Indonesia tidak ada jejak neolib sementara berbagai undang-undang yang berkaitan dengan permasalahan ekonomi seperti UU Migas dan UU Penanaman Modal sangat kental nuansa liberalisasi. Bahkan kedua undang-undang tersebut dilahirkan dalam rangka liberalisasi ekonomi yang digencarkan oleh IMF, Bank Dunia, ADB, WTO, dan negara-negara maju.

Begitu pula kebijakan-kebijakan neolib sangat nampak dilakukan pemerintahan SBY -termasuk pemerintahan sebelumnya- tanpa memberi rasa kasihan kepada rakyat. Kita menyaksikan dengan “mata kepala sendiri” bagaimana BUMN-BUMN strategis diprivatisasi. Bahkan di zaman SBY-JK pemerintah memprogramkan “obral aset negara” lebih dari 40 BUMN pada tahun 2008 dan 20 BUMN tahun ini. Meski kemudian program “obral aset negara” tersebut gagal total akibat krisis finansial global.

Kita juga melihat dengan sejelas-jelasnya bagaimana pemerintahan SBY-JK merancang harga BBM Indonesia sesuai dengan harga pasar internasional. Ketika MK melarang harga BBM sesuai mekanisme pasar internasional karena BBM merupakan barang publik yang menguasai hajat hidup orang banyak, pemerintahan ini malah “mengakalinya” dengan mengubah istilahnya menjadi “harga kekinian”.

Sungguh terlalu banyak dan terlalu zalim kebijakan Neoliberal yang dijalankan pemerintahan SBY-JK. Adapun Boediono termasuk pejabat tinggi negara yang paling bertanggungjawab dalam terealisasinya kebijakan-kebijakan neolib di Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan, ekonom neolib seperti Chatib Basri dan Rizal Malaranggeng menjadi penikmat “rente” ekonomi Neoliberal di Indonesia.

Sebagai ekonom yang duduk dalam salah satu departemen, seharusnya mereka memberikan pencerahan bagi rakyat bukannya berbohong. Namun perilaku mereka seperti seseorang yang digambarkan dalam hadis nabi berikut ini: “Seseorang yang ditetapkan Allah (dalam kedudukan) mengurus kepentingan umat, dan dia tidak memberikan nasihat kepada mereka (umat), dia tidak akan mencium bau surga.” (HR Bukhari dari Ma’qil bin Yasar ra).

Inilah “dusta kaum neolib” yang “banci” tidak mau mengakui bahwa mereka dan sejumlah pejabat negara adalah orang-orang neolib. Sebuah dusta yang tentu saja dicatat di sisi Allah sebagai timbangan dosa di samping kebijakan neolib itu sendiri yang zalim dan bertentangan dengan hukum-hukum Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu.” (Terjemahan QS. Yunus: 57). [JURNAL EKONOMI IDEOLOGIS/ www.jurnal-ekonomi.org]

Tidak ada komentar: