Senin, 21 Februari 2011

Jihad aduhai


Merindukan mati syahid...
ada obrolan dengan teman kalo bisa dipesan, jangan mati dulu sebelum nikah. Bahasa yang sering kita dengar ibarat belum menikmati surga dunia bila belum nikah. Menjadi sesuatu yang istimewa saat bujangan berhasil melaksanakan pernikahan, meminjam istilah dari bang thufail nikah itu 'jihad aduhai'.
Syukur alhamdulillah bisa menyempurnakan setengah dari agama dengan menikah. Kamis,20 januari 2011 atau tepatnya sebulan yang lalu (saat tulisan ini dibuat) aku bisa melangsungkan jihad aduhai. Nikah menjadikan gairah hidup lebih menggelora, sebuah kondisi yang telah lama dicita-citakan. Semangat dakwah dan semangat cari nafkah jadi bertambah. Ada tempat berbagi, ada tempat bercerita, ada tempat yang menyejukkan. Saat tulisan ini aku buat, ada pikiran yang tak sampai untuk menterjemahkan rasa bahagia itu. Sampai pada saat aku menceritakan keinginanku untuk mati syahid di medan juang, istriku menatapku dalam dan berucap "mas jangan tinggalin ade'..."
...
jihad aduhai (nikah) memang indah tapi ijinkan aku untuk juga merasakan keindahan jihad yang sebenarnya.
yaa Rabb.. jadikanlah anak keturunan kami menjadi pembela agamaMu
yaa Rabb ijinkan hamba termasuk dalam barisan syuhadaMu, amiin.

Selasa, 08 Februari 2011

Kaum Muslim Tidak Boleh Rayakan Valentine


Rasulullah Saw dengan tegas melarang umat Islam untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam: "Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut" (HR. At-Tirmidzi).

Menurut Ensiklopedi Katolik (Catholic Encyclopaedia 1908), istilah Valentine yang disadur dari nama “Valentinus” merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci dalam Katolik) yang berbeda: seorang pastur di Roma, uskup Interamna, dan seorang martir di Provinsi Romawi Africa (Wikipedia).

Hubungan antara tiga santo tersebut terhadap perayaan Valentine atau “hari kasih sayang” tidak memiliki catatan sejarah yang jelas. Bahkan, Paus Gelasius II tahun 496 M menyatakan, sebenarnya tidak ada hal yang diketahui dari ketiga santo itu.

Tanggal 14 Februari dirayakan sebagai peringatan santa Valentinus sebagai upaya mengungguli hari raya Lupercalica (Dewa Kesuburan) yang dirayakan tanggal 15 Februari. Beberapa sumber menyebutkan, jenazah santo Hyppolytus yang diidentifikasi sebagai jenazah santo Valentinus diletakkan dalam sebuah peti emas dan dikirim ke gereja Whiterfiar Street Carmelite Churc di Dublin Irlandia oleh Paus Gregorius XVI tahun 1836.

Sejak itu, banyak wisatawan yang berziarah ke gereja ini pada tanggal 14 Februari. Pada tanggal tersebut sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta.

Literatur lain menyebutkan, tanggal 14 Februari 270 M, St. Valentine dibunuh karena pertentangannya (pertelingkahan) dengan penguasa Romawi, Raja Claudius II (268 – 270 M). Untuk mengagungkan St. Valentine yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cobaan, maka para pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai “upacara keagamaan”.

Tetapi sejak abad 16 M, ‘upacara keagamaan’ tersebut mulai beransur-ansur hilang dan berubah menjadi ‘perayaan bukan keagamaan’. Hari Valentine kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Supercalis” yang jatuh pada tanggal 15 Februari.

Setelah orang-orang Romawi itu masuk Kristen, pesta “supercalis” kemudian dikaitkan dengan upacara kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai ‘hari kasih sayang’ juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropah bahwa waktu ‘kasih sayang’ itu mulai bersemi ‘bagai burung jantan dan betina’ pada tanggal 14 Februari.

Dalam bahasa Perancis Normandia, pada abad pertengahan terdapat kata “Galentine” yang bererti ‘galant atau cinta’. Persamaan bunyi antara galentine dan valentine menyebabkan orang berfikir bahwa sebaiknya para pemuda dalam mencari pasangan hidupnya tanggal 14 Februari.

Catatan lain menyebutkan, Valentine adalah nama seorang paderi, Pedro St. Valentino. Tanggal 14 Februari 1492 adalah hari kejatuhan Kerajaan Islam Spanyol. Jadi, tumbangnya kerajaan Islam di Spanyol dirayakan sebagai Hari Valentine.

Ulama kenamaan, Ibnul Qayyim, berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan “Selamat hari raya!” dan semisalnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyembah Salib. Bahkan, perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut.”

Catatan pertama dihubungkannya hari raya Santo Valentinus dengan cinta romantis adalah pada abad ke-14 di Inggris dan Perancis, di mana dipercayai bahwa 14 Februari adalah hari ketika burung mencari pasangan untuk kawin. Kepercayaan ini ditulis pada karya sang sastrawan Inggris pertengahan ternama Geoffrey Chaucer pada abad ke-14. Ia menulis di cerita Parlement of Foules (Percakapan Burung-Burung):

For this was sent on Seynt Valentyne’s day (“Untuk inilah dikirim pada hari Santo Valentinus”

When every foul cometh there to choose his mate (“Saat semua burung datang ke sana untuk memilih pasangannya”

Pada zaman itu bagi para pencinta sudah lazim untuk bertukaran catatan pada hari ini dan memanggil pasangan mereka “Valentine” mereka. Sebuah kartu Valentine yang berasal dari abad ke-14 konon merupakan bagian dari koleksi pernaskahan British Library di London.

Kemungkinan besar banyak legenda-legenda mengenai santo Valentinus diciptakan pada zaman ini. Beberapa di antaranya bercerita:

* Sore hari sebelum santo Valentinus akan gugur sebagai martir, ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu”.

* Ketika serdadu Romawi dilarang menikah oleh Kaisar Claudius II, santo Valentinus secara rahasia membantu menikahkan mereka.

Pada kebanyakan versi legenda-legenda ini, 14 Februari dihubungkan dengan keguguran sebagai martir.

MENURUT catatan Wikipedia, Hari Valentine kemungkinan diimpor oleh Amerika Utara dari Britania Raya, negara yang mengkolonisasi daerah tersebut. Di Amerika Serikat, kartu Valentine pertama yang diproduksi secara massal dicetak setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828 – 1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki sebuah toko buku dan toko peralatan kantor yang besar dan ia mendapat ilham untuk memproduksi kartu dari sebuah kartu Valentine Inggris yang ia terima. (Semenjak tahun 2001, The Greeting Card Association setiap tahun mengeluarkan penghargaan “Esther Howland Award for a Greeting Card Visionary”.)

Di Jepang, Hari Valentine sudah muncul berkat marketing besar-besaran, sebagai hari di mana para wanita memberi para pria yang mereka senangi permen cokelat. Namun hal ini tidaklah dilakukan secara sukarela melainkan menjadi sebuah kewajiban, terutama bagi mereka yang bekerja di kantor-kantor. Mereka memberi cokelat kepada para teman kerja pria mereka, kadangkala dengan biaya besar. Cokelat ini disebut sebagai Giri-choko, dari kata giri (kewajiban) dan choco (cokelat). Lalu berkat usaha marketing lebih lanjut, sebuah hari balasan, disebut “Hari Putih”(White Day) muncul. Pada hari ini (14 Maret), pria yang sudah mendapat cokelat pada hari Valentine diharapkan memberi sesuatu kembali.

Di Taiwan, sebagai tambahan dari Hari Valentine dan Hari Putih, masih ada satu hari raya lainnya yang mirip dengan kedua hari raya ini ditilik dari fungsinya. Namanya adalah “Hari Raya Anak Perempuan” (Qi Xi). Hari ini diadakan pada hari ke-7, bulan ke-7 menurut tarikh kalender kamariyah Tionghoa.

Di Indonesia, budaya bertukaran surat ucapan antar kekasih juga mulai muncul. Budaya ini menjadi budaya populer di kalangan anak muda. Bentuk perayaannya bermacam-macam, mulai dari saling berbagi kasih dengan pasangan, orang tua, orang-orang yang kurang beruntung secara materi, dan mengunjungi panti asuhan di mana mereka sangat membutuhkan kasih sayang dari sesama manusia. Pertokoan dan media (stasiun TV, radio, dan majalah remaja) terutama di kota-kota besar di Indonesia marak mengadakan acara-acara yang berkaitan dengan valentine.

Sekali lagi, umat Islam tidak boleh merayakan Valentine karena Valentina adalah “ritual” atau “hari raya” non-Muslim yang harus kita hormati tanpa harus turut merayakannya.
Ada suatu kaidah syar’iyah yang berbunyi: “Asal (pokok/dasar) perbuatan adalah terkait (terikat) dengan hukum-hukum Islam.” Termasuk dalam berkasih sayang versi V-Day ini, wajib tahu hukumnya. Biar kita tidak nyesel seumur hidup. V-Day yang mengusung kemasan ‘kasih sayang’ memang telah berhasil memalingkan dari kasih sayang yang suci dalam pandangan Islam. Kasih sayang yang dimuat V-Day itu bernuansa kebebasan bergaul. Dan ini jelas sangat berbahaya. Karena konsekuensi dari masalah ini adalah halal atau haram alias pahala dan dosa.
Wallahu a’lam bish-showab. (sumber: warnaIslam.com)

Dusta Kaum Neolib

Melekatnya stempel Neoliberal pada kubu SBY-Boediono membuat gerah sekelompok ekonom neolib. Setelah Rizal Malaranggeng “mengejek” Kwik Kian Gie tidak sepintar Boediono, kini giliran ekonom UI Chatib Basri yang bersuara.

Dalam diskusi ‘Boedionoomics’ di Hotel Borobudur (26/5/2009), Chatib mengemukakan, tidak ada jejak neoliberal pada ekonomi Indonesia sejak dulu hingga Boediono memegang jabatan tinggi dalam pemerintahan. Ia mencontohkan privatisasi terjadi sejak zaman pemerintahan Gusdur.

Menurut Chatib, ia tidak dapat mencari jejak neolib di Indonesia sebab peran pemerintah dalam perekonomian yang diwakili oleh BUMN masih sangat besar.

Pembelaan kedua ekonom terhadap Boediono sangat tidak berdasar. Bagaimana mungkin di Indonesia tidak ada jejak neolib sementara berbagai undang-undang yang berkaitan dengan permasalahan ekonomi seperti UU Migas dan UU Penanaman Modal sangat kental nuansa liberalisasi. Bahkan kedua undang-undang tersebut dilahirkan dalam rangka liberalisasi ekonomi yang digencarkan oleh IMF, Bank Dunia, ADB, WTO, dan negara-negara maju.

Begitu pula kebijakan-kebijakan neolib sangat nampak dilakukan pemerintahan SBY -termasuk pemerintahan sebelumnya- tanpa memberi rasa kasihan kepada rakyat. Kita menyaksikan dengan “mata kepala sendiri” bagaimana BUMN-BUMN strategis diprivatisasi. Bahkan di zaman SBY-JK pemerintah memprogramkan “obral aset negara” lebih dari 40 BUMN pada tahun 2008 dan 20 BUMN tahun ini. Meski kemudian program “obral aset negara” tersebut gagal total akibat krisis finansial global.

Kita juga melihat dengan sejelas-jelasnya bagaimana pemerintahan SBY-JK merancang harga BBM Indonesia sesuai dengan harga pasar internasional. Ketika MK melarang harga BBM sesuai mekanisme pasar internasional karena BBM merupakan barang publik yang menguasai hajat hidup orang banyak, pemerintahan ini malah “mengakalinya” dengan mengubah istilahnya menjadi “harga kekinian”.

Sungguh terlalu banyak dan terlalu zalim kebijakan Neoliberal yang dijalankan pemerintahan SBY-JK. Adapun Boediono termasuk pejabat tinggi negara yang paling bertanggungjawab dalam terealisasinya kebijakan-kebijakan neolib di Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan, ekonom neolib seperti Chatib Basri dan Rizal Malaranggeng menjadi penikmat “rente” ekonomi Neoliberal di Indonesia.

Sebagai ekonom yang duduk dalam salah satu departemen, seharusnya mereka memberikan pencerahan bagi rakyat bukannya berbohong. Namun perilaku mereka seperti seseorang yang digambarkan dalam hadis nabi berikut ini: “Seseorang yang ditetapkan Allah (dalam kedudukan) mengurus kepentingan umat, dan dia tidak memberikan nasihat kepada mereka (umat), dia tidak akan mencium bau surga.” (HR Bukhari dari Ma’qil bin Yasar ra).

Inilah “dusta kaum neolib” yang “banci” tidak mau mengakui bahwa mereka dan sejumlah pejabat negara adalah orang-orang neolib. Sebuah dusta yang tentu saja dicatat di sisi Allah sebagai timbangan dosa di samping kebijakan neolib itu sendiri yang zalim dan bertentangan dengan hukum-hukum Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu.” (Terjemahan QS. Yunus: 57). [JURNAL EKONOMI IDEOLOGIS/ www.jurnal-ekonomi.org]