Sabtu, 31 Oktober 2015
Filosofi Sapu Lidi
Ruang Nasehat
Sabtu, 16 Agustus 2014
Khilafah: Ajaran Islam, Bukan Kejahatan
[Al-Islam edisi 717, 19 Syawal 1435 H-15 Agustus 2014 M]
Perbincangan tentang ISIS dan Khilafah menghangat di media massa dan di masyarakat akhir-akhir ini. Di antara pemicunya adalah peredaran salah satu video yang diunggah di Youtube. Video tersebut berisi seruan anggota ISIS dari Indonesia kepada umat Islam di Indonesia agar bergabung dengan organisasi itu.
Isu ISIS dan Khilafah pun bergulir. Banyak pihak berkomentar. Pemerintah meminta masyarakat mewaspadai dan mencegah organisasi itu berkembang. Kelompok sekular memanfaatkan isu itu untuk memukul apa yang mereka katakan sebagai paham radikal.
Sikap Proporsional
Bagi pihak yang tidak suka terhadap Islam, isu ISIS dijadikan sebagai kesempatan untuk menjauhkan masyarakat dari ide khilafah. Mereka kemudian menyimpangkan konsep khilafah dan melakukan ‘monsterisasi’ khilafah. Mereka berupaya menanamkan ketakutan atau paling tidak keengganan terhadap ide khilafah. Caranya dengan mengaitkan isu tersebut dengan terorisme, aksi kekerasan dan kejahatan. Mereka pun melekatkan keburukan pada ide khilafah. Isu ISIS di Indonesia dan ide khilafah yang terus diulang-ulang tanpa disertai penjelasan memadai tentu bisa menjadi bagian dari upaya ‘monsterisasi’ itu.
Semua pihak, khususnya Pemerintah, seharusnya menyikapi isu ISIS secara proporsional. Penolakan terhadap organisasi yang mengklaim telah mendeklarasikan Khilafah itu berikut berbagai tindakan kekerasan yang mereka lakukan jangan sampai diperalat oleh pihak-pihak tertentu, khususnya yang tidak suka terhadap Islam, untuk melakukan ‘monsterisasi’ syariah dan khilafah sehingga menjadi penolakan terhadap syariah dan khilafah. Upaya ‘monsterisasi’ itu malah dapat menimbulkan masalah baru karena bisa mengkriminalisasi ide khilafah yang bersumber dari ajaran Islam.
Khilafah: Ajaran Islam
Khilafah adalah ide Islam. Karena itu Khilafah harus didukung oleh umat. Khilafah bersumber dari al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas. Dalam Islam, Khilafah atau al-Imamah al-‘Uzhma merupakan perkara ma’lûmun min ad-dîn bi adh-dharûrah (telah dimaklumi sebagai bagian penting dari ajaran Islam).
Khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim di dunia guna menerapkan syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Pengertian ini sekaligus menjelaskan muatan dari Khilafah yakni: ukhuwah, syariah dan dakwah. Ukhuwah artinya persatuan umat Islam seluruh dunia. Syariah artinya penerapan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh). Dakwah artinya penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Tiga muatan inilah yang terangkum dalam kata khilafah. Karena itu Khilafah sebagai ajaran Islam harus didukung oleh umat Islam.
Secara historis pun, Khilafah telah membawa rahmat dan pengaruh besar bagi umat Islam di dunia, termasuk bagi negeri ini dan penduduknya. Perlu diingat, Khilafah berperan besar bagi penyebaran Islam di negeri ini sehingga penduduk negeri ini mendapat rahmat dari Allah SWT dengan mendapatkan petunjuk kepada Islam. Di antara para wali dan ulama yang menyebarkan Islam di negeri ini sebagiannya diutus dan difasilitasi oleh Khilafah pada masa itu, termasuk sebagian dari wali songo. Kesultanan-kesultanan Islam yang dulu memerintah dan memakmurkan negeri ini pun berhubungan erat dengan Khilafah pada masa masing-masing. Bahkan Khilafah pernah turut membantu perjuangan rakyat negeri ini melawan penjajah. Kesultanan Aceh, misalnya, pernah dibantu oleh Khilafah Utsmaniyah dengan senjata modern kala itu dan pasukan yang dipimpin oleh panglima Hizir Reis dalam menghadapi penjajah.
Kewajiban Menegakkan Khilafah
Kita telah diperintah untuk taat kepada Allah SWT dan melaksanakan syariah-Nya secara keseluruhan tanpa pilih-pilih. Kewajiban melaksanakan seluruh syariah itu memastikan kewajiban kaum Muslim untuk mengangkat imam (khalifah) dan menegakkan Khilafah. Allah SWT, misalnya, berfirman:
Imam Fakhrudin ar-Razi asy-Syafi’i menafsirkan ayat ini dalam tafsirnya, Mafâtih al-Ghayb: “Para mutakallimin ber-hujjah dengan ayat ini bahwa umat wajib mengangkat untuk diri mereka seorang imam (khalifah). Dalilnya, melalui ayat ini Allah SWT telah mewajibkan penegakan had (hukuman) atas pencuri dan pelaku kriminal. Tentu harus ada pihak yang diseru dengan seruan ini. Umat sepakat bahwa tidak ada seorang pun dari kalangan rakyat yang berhak menegakkan hudud terhadap para pelaku kriminal. Bahkan umat sepakat bahwa tidak boleh (haram) penegakan hudud atas orang merdeka pelaku kriminal kecuali oleh imam (khalifah). Taklif ini merupakan taklif jazim (tegas). Tak mungkin keluar dari ikatan taklif ini kecuali ketika ada imam (khalifah). Saat kewajiban itu tidak tertunaikan kecuali dengan keberadaan seorang imam (khalifah)—padahal itu masih dalam batas kemampuan mukallaf—maka keberadaan imam (khalifah) adalah wajib. Karena itu perkara ini memastikan kewajiban untuk mengangkat seorang imam (khalifah).”
Imam ‘Alauddin al-Kasani al-Hanafi dalam Badâ’iu ash-Shanâ’i (xiv/406) juga menyatakan: “Mengangkat Al-Imam al-A’zham (khalifah) adalah fardhu tanpa ada perbedaan di antara ahlul-haq. Dalam hal ini, perbedaan sebagian kalangan Qadariyah tidak ada nilainya. Pasalnya, Sahabat radhiyalLah ‘anhum telah berijmak atas (kewajiban penegakan, red.) Khilafah…”
Imam an-Nawawi di dalam Syarhu Shahîh Muslim (vi/291) pun menegaskan: “Para ulama sepakat bahwa wajib atas kaum Muslim untuk mengangkat khalifah. Kewajiban mengangkat khalifah itu berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal. Adapun yang diceritakan dari al-‘Asham bahwa dia mengatakan Khilafah tidak wajib, juga dari selain dia bahwa Khilafah itu wajib menurut akal dan bukan syariah, maka kedua perkataan ini adalah batil.”
Syaikh Manshur al-Buhuti al-Hanbali dalam Kasysyaf al-Qinâ’ ‘an Matn al-Iqnâ’ (xxi/61) juga menegaskan: “Mengangkat Al-Imam al-A’zham (khalifah) bagi kaum Muslim adalah fardhu kifayah. Pasalnya, manusia memerlukan itu untuk menjaga kesucian dan mempertahankan wilayah, menegakkan hudud, menunaikan hak-hak, memerintahkan kemakrufan dan melarang kemungkaran.”
Bahkan Imam Ibn Hajar al-Haytsami di dalam Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah (i/25) menegaskan: “Ketahuilah juga bahwa sesungguhnya para Sahabat radhiyalLah ‘anhum telah berijmak bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah lewatnya zaman kenabian adalah wajib. Mereka bahkan menjadikan kewajiban ini sebagai salah satu kewajiban yang paling penting (min ahammi al-wâjibât). Buktinya, mereka lebih menyibukkan diri untuk memilih dan mengangkat khalifah daripada menguburkan jenazah Rasulullah saw. Perbedaan mereka dalam menentukan (siapa yang menjadi khalifah) tidak menodai ijmak yang telah disebutkan itu.”
Harus Mengikuti Manhaj Kenabian
Khilafah yang dikehendaki oleh syariah itu adalah Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Islam telah menjelaskan metode pelaksanaan berbagai kewajiban, termasuk kewajiban menegakkan Khilafah ini. Karena itu menegakkan Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah juga harus terikat dengan metode yang telah dijelaskan oleh Rasul saw. dalam sirah beliau. Metode ini merupakan hukum syariah yang wajib diikuti.
Di antara ketentuan metode itu adalah bahwa negeri tempat Khilafah ditegakkan haruslah memenuhi empat kriteria:
- kekuasaan di wilayah itu haruslah otonom bersandar kepada kaum Muslim.
- Keamanannya harus terjamin dengan keamanan kaum Muslim. Perlindungan di dalam dan luar negeri harus pula dengan perlindungan Islam, berasal dari kekuatan kaum Muslim sebagai kekuatan Islam saja.
- Orang yang dibaiat menjadi khalifah harus memenuhi syarat in’iqad (legal).
- Segera secara langsung menerapkan syariah Islam secara keseluruhan dan mengemban dakwah Islam. Artinya, Khalifah yang dibaiat itu harus berada di tengah-tengah rakyat (tidak terus bersembunyi); memelihara urusan mereka, menyelesaikan problem mereka serta melaksanakan tugas pemerintahan dan ri’ayah seluruhnya sebagaimana yang disyariatkan.
Khilafah adalah kewajiban terpenting. Karena itu kaum Muslim wajib turut serta aktif dalam menegakkan Khilafah. Mereka tidak boleh menjauhi, menolak apalagi sampai menghalangi upaya penegakan Khilafah. Tindak demikian merupakan dosa besar.
Hanya saja, upaya penegakan Khilafah tetap harus mengikuti metode yang telah digariskan oleh Rasulullah saw. untuk kita, yakni melalui dakwah fikriyah wa siyasiyah (pemikiran dan politik) tanpa kekerasan. Caranya adalah melalui aktivitas pembinaan dan pengkaderan, berinteraksi bersama umat dan thalab an-nushrah (menggalang dukungan para pemilik kekuasaan). Perjuangan itu pasti berhasil pada saatnya karena itu merupakan janji Allah. Allah SWT berfirman:
Ketika kekuasaan Islam terwujud, ia akan menebarkan rahmat. Sayyid Quthub di dalam Fî Zhilâl al-Qur’ân menjelaskan: “Sesungguhnya dijadikan berkuasa di muka bumi itu adalah kemampuan untuk membangun dan memperbaiki, bukan menghancurkan dan merusak; kemampuan mewujudkan keadilan dan ketententeraman, bukan kezaliman dan penindasan; kemampuan meninggikan jiwa manusiawi dan sistem manusiawi, bukan untuk membenamkan individu dan komunitas pada derajat hewan…”
Selasa, 02 Juli 2013
Suwe Ora Jamu...
Sebentar... ini arahnya mau kemana ya?
Begini, sebenarnya mau nulis masalah kenaikan harga BBM dan keputusan 'gila' penguasa negeri ini. Mulai dari Dewan Penipu Rakyat yang sontoloyo sampai tutur kata pak beye yang manis menipu rakyat. Kenaikan harga BBM begitu dramatis dan sadis, lebih tepatnya masa bodo'lah... begitu kira-kira pikir mereka (para penguasa korup). Konspirasi penguasa yang disutradarai asing, liberalisasi migas yang menjarah harta rakyat.
Kondisi semacam ini semakin menantang bagi mereka yang peduli dengan arah perubahan. Hingar-bingar dunia politik yang didominasi para penipu semakin menarik untuk dibuang dan ditinggalkan. Melawan arus pesta demokrasi yang sudah mulai dipanasi. Situasi dari kenaikan harga BBM semoga bisa mengajari rakyat untuk bergerak dan melawan. GANTI REZIM GANTI SISTEM !!
.........
Gerilya
Kamis, 12 April 2012
Gerakan Tolak Bayar Pajak
Penguasa, penegak hukum, dan pegawai pajak di negeri ini nilainya sudah jatuh di mata rakyat. Adanya Gerakan Tolak Bayar Pajak membuktikannya. “Ngapain bayar pajak kalo ujung-ujungnya dikorup!” Mending nggak bayar pajak, nggak ada yang bisa dikorup!” Begitu kira-kira argumen orang-orang yang selama ini taat bayar pajak.
Suer, suap menyuap telah meruntuhkan kepercayaan rakyat terhadap alat-alat negara. Dan sebaliknya, para petugas yang jujur dan tak mampu disuap adalah para penegak pilar-pilar kepercayaan rakyat. Seribu empat ratusan tahun yang lalu orang-orang Yahudi Khaibar mengakuinya. Berikut kisah petugas penghitung dan pemungut bagi hasil musaqat kebun kurma Khaibar milik Negara Islam…
Sulaiman bin Yassar mengatakan bahwa Rasululah Saw mengutus Abdullah bin Rawahah ra berangkat ke Khaibar (wilayah negara Islam yang baru saja tunduk kepda kekuasaan kaum Muslimin yang sebelumnya adalah daerah Yahudi) untuk menaksir hasil buah kurma di daerah itu. Rasulullah Saw (sebagai Kepala Negara Islam) telah memutuskan hasil bumi Khaibar dibagi dua: Separoh untuk kaum Yahudi yang mengolahnya (dengan aqad musaqat) dan separohnya lagi diserahkan kepada kaum muslimin.
Ketika Abdullah bin Rawahah sedang menjalankan tugas, orang-orang Yahudi datang kepadanya membawa berbagai perhiasan yang mereka kumpulkan dari istri mereka masing-masing.
Kepada Abdullah bin Rawahah mereka berkata, ”Perhiasan ini untuk anda, ringankanlah kami dan berikan kepda kami bagian lebih dari separoh.”
Abdullah bin Rawahah menjawab, ”Hai kaum Yahudi, demi Allah, kalian memang manusia-manusia hamba Allah yang paling kubenci. Apa yang kalian perbuat itu justru mendorong diriku lebih merendahkan kalian. Suap yang kalian tawarkan itu adalah barang haram, dan kami kaum Muslimin tidak memakannya!”
Mendengar jawaban tersebut mereka menyahut, ”Karena itulah langit dan bumi tetap tegak!” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Al-Muwatha: 1450)
Semoga negeri yang dulu pernah menerapkan syariah Islam dalam bentuk kesultanan-kesultanan ini, mulai memutar haluannya untuk kembali kepada Islam. Semoga segera muncul negara Khilafah Islamiyah yang alat-alat negaranya terdiri dari orang-orang yang tidak mempan disuap. Dan bumi dan langit kepercayaan rakyat pun akan tetap tegak. [umar abdullah]
Selasa, 13 Desember 2011
Demokrasi, Duit Jadi Kendali
Ya itulah hakikat demokrasi, duit menjadi episentrum kendali tingkah laku para politikus. Cuma yang ngomong sekarang itu di antara sekian para pelakunya sendiri. Fakta nyata, para pejabat politik tersandera oleh kepentingan dan uang, tabiat sistem demokrasi adalah transaksional kepentingan dari para politikus busuk dan pemegang modal. Dan ini bukan kasuistis, tapi kultur/budaya politik produk dari sistem bobrok ini.
Nazaruddin, salah satu pelaku dan korban dari sistem demokrasi, ketika menyatakan yang menang itu bukan demokrasi tetapi duit itu menunjukkan bahwa dia dalam posisi terpojok. Dia dalam posisi bermasalah, di sisi lain dia juga tidak bisa memungkiri rasa getir atas realitas kemunafikan yang terjadi dalam politik demokrasi. Jika dia tidak dalam posisi terpojok, belum tentu dia akan mengeluhkan sistem yang hipokrit ini.
Tidak ada negara di muka bumi makmur, sejahtera, dan adil lahir batin serta meliputi aspek dunia dan akhirat dengan demokrasi. Pengagum demokrasi selalu menyebut negara Skandinavia sebagai contoh ideal pelaksanaan demokrasi, karena melahirkan kemakmuran dan kesejahteraan, tapi aspek moral yang bobrok tidak pernah mereka ungkap. Apalagi Amerika Serikat, kampium demokrasi saat ini dalam kondisi sekarat dihantam badai krisis permanen dan periodik dari ideologi kapitalis yang dianutnya.
Umat Islam pun tidak sedikit yang larut dalam demokrasi. Di antara faktornya adalah pertama, karena lemahnya pemahaman umat Islam pada wilayah prinsip. Mana perkara yang boleh diambil dan tidak, umat lemah untuk bisa memilah perkara yang sesuai dengan akidah dan syariahnya.
Kedua, gencarnya propaganda Barat mempromosikan demokrasi di dunia Islam yang akhirnya umat tersesatkan bahkan kemudian apologis mencampuradukkan produk ideologi Barat kapitalis-sekuler itu dengan dimuka bumi makmur, sejahtera, dan adil lahir batin serta meliputi aspek dunia dan akhirat. Ketiga, pendidikan terhadap umat Islam yang sekuler makin mengokohkan prinsip-prinsip kehidupan politik untuk umat Islam makin jauh dari Islam Ideologi. Akhirnya “latah demokrasi” menjadi lazim di sebagian besar umat Islam termasuk politikus yang mengklaim dirinya memperjuangkan Islam.[mediaumat]
Kamis, 08 Desember 2011
Katanya demokrasi, tapi ko'??...
Ratusan pengunjuk rasa Kamp San Fransisco adalah perkemahanan Occupy terbesar terakhir yang dibangun setelah polisi membongkar tenda di kota Los Angeles dan Philadelphia pekan lalu.
Mereka membangun tenda-tenda di tempat itu serta menyampaikan pesan-pesan yang mengungkap realitas kenyataan akibat kerusakan sistem kapiltaisme. Beberapa tenda bertuliskan pesan, "Occupy SF, We are the 99%", menunjukkan wajah kapitalisme sesungguhnya di mana para penguasa lebih menguataman para pemilik kekayaan yang hanya 1% saja, sementara 99% rakyat ditelantarkan.
Menurut polisi, lebih dari 50 pengunjuk rasa ditangkap dan dua petugas diserang selama penyerbuan. Beberapa pengunjuk rasa kembali ke daerah itu dan dilaporkan berencana untuk mendirikan kamp-kamp di tempat lain.
Polisi AS telah bergerak untuk menghancurkan perkemahan gerakan Occupy di kota-kota besar selama beberapa pekan terakhir, melakukan penyerangan brutal, dan menangkap puluhan pengunjuk rasa.
Gerakan Occupy Wall Street mulai terjadi ketika sekelompok demonstran berkumpul di distrik keuangan New York pada 17 September untuk memprotes distribusi kekayaan yang tidak adil di negara itu dan pengaruh yang berlebihan dari perusahaan-perusahaan besar pada kebijakan AS.
Meskipun tindakan keras polisi dan penangkapan massa, gerakan Occupy tumbuh dan berkembang di luar Occupy Wall Street, kini telah menyebar ke banyak kota-kota besar di Amerika Serikat serta negara-negara kapitalisme lainnya seperti Australia, Inggris, Jerman, Italia, Irlandia dan Portugal.
Demikianlah, rakyat di negara-negara Kapiltalisme mulai merasakan ide busuk sesungguhnya dari Kapitalisme yang lebih mementingkan para kapital, pemilik modal, daripada rakyat. Ini mestinya menjadi pembuka pikiran umat, bahkan sistem kapitalisme tidak akan pernah menyejahterakan rakyat, selain segelitin para pemilik kekayaan yang berkolaborasi dengan para penguasa.
Dunia kini menantikan sistem baru yang benar-benar akan melayani rakyat dan menyejahterakan rakyat bukan sistem yang hanya melayani kepentingan para pemilik modal dan para penguasa negara adidaya. Sistem itu tentu saja bukan demokrasi, tetapi dunia menanti sistem Khilafah yang akan menerapkan syariah dan mengelola sumber daya alam dengan syariah hingga menyejahterakan rakyat secara nyata. Insya Allah, semakin dekat, dan kini benderanya terus berkibar di seluruh dunia. [m/f/prstv/syabab.com]